69 RW di Kota Jogja Sudah Bebas Rokok
Hingga hari ini tercatat 69 RW di kota Yogyakarta yang sudah mendapat predikat Kampung Tanpa Rokok (KTR). “Ini berarti sudah lebih dari 10% RW di Kota Yogyakarta yang bebas rokok, bebas rokok berarti tidakada rokok, asap rokok, penjualan rokok, iklan, promosi, serta sponsor rokok” demikian diungkapkan Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti dalam, acara Pertemuan Regional mengenai Kawasan Tanpa Asap Rokok yang diadakan oleh Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) di Hotel Grand Zuri, Rabu (19/8) Siang.
Ditambahkan oleh Walikota, dengan adanya KTR ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dari bahaya asap rokok bagi perokok pasif dan aktif, memberikan ruang dan lingkungan yang bersih, sehat, melindungi kesehatan masyarakat, serta meningkatkan kesadaran hidup sehat “Sebagai bentuk dari komitmen Pemkot dalam membentuk KTR ini, pada bulan Maret silam, Pemkot sudah menetapkan Perwal no:12 tahun 2015. Ini tentu agar Kota Yogyakarta semakin nyaman” Imbuh Walikota.
Dalam pertemuan tersebut, selain Walikota Yogyakarta, hadir pula Bupati Kulon Progo, dr. Hasto Wardoyo, Assek id Pemerintahan dan Kesra Kabupaten Gunung Kidul, H. Tommy Harahap, serta anggota DPRD Sleman, Arif Kurniawan. Pada kesempatan itu masing-masing narasumber mempresentasikan mengenai kebijakan masing-masing daerahnya dalam menetapkan kawasan tanpa rokok dan hadirin diberi kesempatan untuk melakukan dialog interaktif dengan narasumber.
Saat ini Indonesia bisa dikatakan sebagai daerah darurat rokok. Dengan jumlah perokok mencapai 65 juta penduduk atau sekitar 28% dari total jumlah penduduk Indonesia, Indonesia mendapati peringkat ketiga dalam hal konsumsi rokok, hanya berada di bawah Cina dan India. Menurut Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo, tingginya konsumsi rokok di Indonesia ini merupakan dampak dari sikap permisif masyarakat terhadap rokok di mana produsen rokok masih bebas mengiklankan produknya, menjadi sponsor event, dan perokok masih bebas merokok di mana saja tanpa memperhatikan hak non-perokok untuk menghirup udara yang sehat, maka dari itu pencanangan KTR sudah sangat mendesak.
Namun tak bisa dipungkiri jika rokok juga memberikan pendapatan yang besar bagi negara. Bagai buah simalakama, tingginya konsumsi rokok berarti makin tinggi pula pendapatan yang diperoleh negara, namun tingginya pendapatan ternyata memiliki dampak yang negatif bagi kesehatan masyarakat. Diungkapkan oleh Walikota, menekan konsumsi rokok dengan cara membatasi iklan rokok sebenarnya tidak berdampak signifikan dalam pendapatan daerah “Total pendapatan yang diperoleh dari iklan rokok 55 Trilyun, namun ternyata dana yang harus dikeluarkan karena rokok seperti belanja rokok, perawatan medis serta kehilangan produktivitas dari asap rokok ternyata mencapai 245,4 T, jadi sebenarnya nggak masalah kalau iklan rokok dihilangkan” Pungkas Walikota (ams)