Tinggi, Animo Masyarakat terhadap Pelaksanaan PBTY XI
Pelaksanaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) XI 2016 yang dilaksanakan selama lima hari sejak hari kamis (18/2) lalu di Kampung Ketandan secara resmi ditutup malam ini, Senin (22/2). Dikatakan oleh Ketua Panitia PBTY XI, Tri Kirana Muslidatun, dalam lima hari pelaksanaannya, PBTY XI berhasil melampaui target yang diperkirakan panitia. “Animo masyarakat terhadap pelaksanaan PBTY XI sangat tinggi, bisa dilihat dari ramainya pengunjung serta omzet yang dihasilkan oleh stand yang hingga kemarin sudah mencapai 1,8 M” Demikian dijelaskan oleh wanita yang akrab disapa Ana Haryadi tersebut dalam laporannya.
Lebih lanjut, dengan tingginya apresiasi masyarakat terhadap perhelatan tahunan ini, pelaksanaan PBTY tahun depan dipertimbangkan untuk diperpanjang menjadi tujuh hari “Sesuai dengan masukan dari Ngarsa Dalem, pelaksanaan PBTY XII mendatang akan dilaksanakan selama tujuh hari, kita tunggu perkembangan ke depan, namun dengan melihat antusiasme warga masyarakat, sudah sepantasnya PBTY mendatang diperpanjang menjadi tujuh hari” Tambah Ana Haryadi.
Sementara itu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubowono X dalam laporan tertulisnya yang dibacakan oleh Asisten II Sekda DIY, Gatot Saptadi mengapresiasi penuh keberhasilan pelaksanaan PBTY kali ini. Menurut Ngarsa Dalem, kehadiran PBTY merupakan bentuk nyata dari akulturasi antara budaya Tionghoa dan budaya Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta “Budaya tionghoa turut andil membentuk DIY dari sisi budaya melalui akulturasi yang terjadi. Pada tahun-tahun sebelumnya, Warga Tionghoa sempat tercabut dari akar budayanya sehingga banyak generasi muda yang asing dengan budaya Tionghoa itu sendiri, namun kini, kehadiran PBTY turut menjadi elemen penting dalam pelestarian budaya Tionghoa sekaligus menjadi wadah akulturasi antara budaya Tionghoa dan Jawa” Jelas Gubernur dalam sambutan tertulisnya tersebut.
Selain itu, Gubernur juga berharap pada pelaksaan mendatang, PBTY tidak berhenti pada aspek seremonial belaka, namun juga mampu menjelaskan makna filosofis budaya Tionghoa “Perhelatan ini jangan berhenti pada aspek seremoni maupun pertunjukan saja, namun juga mampu memberikan makna filosofis budaya Tionghoa sehingga pemahaman dan rasa memiliki dapat tumbuh dengan positif dan diterima sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia. Untuk mewujudkan hal ini tentu diperlukan adanya sesepuh yang terus aktif mendampingi pelaksanaan PBTY” Pungkas Gubernur.
Menilik tingginya animo masyarakat serta kualitas acara, Ana Haryadi selaku ketua panitia menilai perhelatan PBTY sudah selayaknya masuk agenda parwisata nasional. Hingga saat ini, di Indonesia baru perayaan Tahun Baru Imlek di Singkawang yang sudah masuk agenda pariwisata nasional “PBTY akan kami ajukan ke Kementerian Pariwisata supaya bisa masuk ke dalam agenda pariwisata nasional. Semoga dalam pelaksanannya tahun depan, PBTY sudah masuk dalam agenda nasional. Masuknya PBTY ke dalam agenda nasional tentu akan menaikkan angka kunjungan wisatawan serta memperkuat akulturasi” Harap Ana Haryadi.
PBTY merupakan agenda rutin tahunan yang dilaksanakan sebagai bagian dari perayaan Tahun Baru Imlek di Yogyakarta. Saat ini PBTY sudah memasuki pelaksanaannya yang ke-11. Pelaksaaan PBTY merupakan kerjasama antara Pemerintah Daerah DIY, Pemerintah Kota Yogyakarta, serta berbagai paguyuban Tionghoa yang ada di Yogyakarta. Dalam penyelengaraan tahun ini, yang bertepatan dengan Tahun Monyet Api, PBTY menghadirkan bazaar kuliner, konsultasi feng shui, serta berbagai pertunjukan kesenian dan lomba. Selain itu, Jogja Dragon Festival yang menampilkan aksi puluhan kelompok Barongsai turut menyemarakkan pelaksanaan PBTY setiap tahunnya.(ams)