KDRT Bukan Lagi Urusan Privat Rumah Tangga

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) saat ini sudah bukan lagi berada di ranah privat sehingga memungkinkan adanya campur tangan dari unsur eksternal rumah tangga sebab tindak KDRT sudah berkaitan dengan hak asasi seseorang. “KDRT bukan sekedar urusan dapur rumah tangga, namun sudah menjadi urusan publik sebab hal ini berkaitan dengan hak asasi manusia” Demikian dijelaskan Koordinator UPT Jaringan Penanganan Korban Kekerasan Berbasis Gender Kota Yogyakarta, Anik Setyawati S.H, M.Hum di sela-sela acara Penyuluhan Hukum tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Perlindungan Anak, dan Sistem Peradilan Anak yang diselenggarakan oleh Bagian Hukum Pemkot Yogyakarta, Kamis (10/3) di Ruang Utama atas Kompleks Balaikota.

Lebih lanjut, menurut Anik, di Kota Yogyakarta sendiri angka pelaporan KDRT mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di lain pihak hal ini menjadi keprihatinan karena masih adanya tindak kekerasan, namun hal ini juga merupakan indikator positif bahwa kesadaran  masyarakat mengenai tindakan KDRT meningkat “Tingginya laporan, artinya masyarakat sudah menyadari KDRT dan tidak sungkan lagi untuk melaporkannya. Artinya sosialisasi yang dilakukan berhasil” Ungkapnya.

Walau demikian, sosialisasi mengenai KDRT, terutama advokasinya masih menjadi PR bersama. Masih perlu adanya penyebarluasan informasi guna meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terkait isu KDRT, juga penguatan kemitraan antara berbagai pihak guna menyelesaikan masalah KDRT dan perlindungan anak “Harapannya melalui penyuluhan hukum, masyarakat semakin sadar hukum dan menghormati hak dan kewajiban dan untuk selanjutnya para kader bisa menyebarluaskan informasi ini guna mewujudkan Yogyakarta sebagai kota yang inklusif dan layak anak” Demikian diterangkan oleh Kasubag Dokumentasi Bagian Hukum Setda Kota Yogya Siti Rohani Windarwati.

Sementara, menyangkut masalah peradilan anak yang juga terkait dalam ranah perlindungan anak. Saat ini masih banyak anak kecil pelaku tindak kriminal yang diperlakukan seperti orang dewasa, padahal bagaimanapun juga anak harus dijaga tumbuh kembangnya. Hal tersebut sebenarnya sudah diatur oleh negara melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Menurut Ridwanto, Kadiv Pelayanan Hukum dan HAM Kemenhumkam Kanwil DIY, dalam UU tersebut sudah diatur mengenai perubahan dari hukum retributif menjadi hukum restoratif yang cenderung melakukan pemulihan anak pada kondisi awal. “Dalam tindak pidana yang melibatkan anak, akan diupayakan penanganan di luar ranah peradilan atau diversi. Anak harus dididik, dibina tumbuh kembangnya” Pungkas Ridwanto (ams)