Humas Harus Mampu Membangun Persepsi, Legitimasi dan Kepercayaan

Setelah mendapatkan teori  ilmu tentang Penulisan berita di media cetak , penulisan feature media cetak,  penulisan berita media online dan media sosial, penulisan siaran pers,  dan praktek serta diskusi  menulis berita dan siaran berita,  para peserta diajak melakukan orientasi lapangan ke Pemerintah Kabupaten Jepara dan kantor  Harian Radar (Jawa Pos) Semarang.

Para peserta didampingi oleh Kepala Bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta, Kepala Bidang Diklat Badan Kepegawaian Kota Yogyakarta, Drs. Suyono dan  YB. Margantoro (mentor). Tempat pertama yang dikunjungi adalah Pemkab Jepara.  Peserta Diklat diterima oleh Asisten Sekda dan Kepala Bagian Humas  Kabupaten Jepara, Drs. Hadi Priyanto.

Hadi Priyanto,  mengatakan untuk memenuhi ekspektasi masyarakat akan informasi khususnya informasi  dari  lembaga pemerintahan,  dibutuhkan sebuah corong yang  mampu menyuarakan. Corong itu adalah Humas (PR).  Humas diharapkan dapat  menyampaikan semua informasi  dengan  transparan, cepat, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan  kepada masyarakat melalui  berbagai media.  Humas harus mampu membangun persepsi , legitimasi dan kepercayaan kepada masyarakat.

Pri panggilan Hadi Priyanto menambahkan  humas sekarang ini menghadapi situasi dan persoalan yang cukup rumit, sebagai akibat dari munculnya demokratisasi dan transparansi  di bidang informasi. Humas berhadapan dengan sebuah tuntutan dari banyak orang  yang memiliki ekspektasi yang besar.  “Tidak mudah. Persepsi  (masyarakat) dibangun karena kecintaan kepada daerah dan merasa memiliki daerah, sehingga  masyarakat  seenaknya omong apapun dengan menggunakan media apapun.  Memanfaatkan persoalan sepeleh untuk menjatuhkan citra kita (pemerintah)  semua. Semua kegiatan humas akan berhadapan dengan  membangun persepsi masyatrakat,” ujar Hadi Priyanto di depan 50 peserta pelatihan Jurnalistik Pemerintah Kota Yogyakarta, di Aula Pemkab. Jepara,  Jumat. (18/03/2016).

Peserta berkunjung ke Rumah Pingit RA. Kartini

Sebelumnya,   peserta diklat diajak untuk  mengunjungi tempat bersejarah dimana pahlawan nasional  RA. Kartini menghabiskan masa remajanya menanti seorang pria yang akan meminangnya. Rumah itu dikenal dengan Rumah Pingit RA. Kartini.  Diantara banyak ruangan, ada sebuah ruangan yang yang menarik perhatian peserta. Ruang itu adalah kamar tidur RA. Kartini.  Di dalam ruangan itu ada sebuah tempat tidur  besar berbahan kayu jati dengan empat  tiang tinggi berukiran khas Jepara. Sebuah lukisan wajah RA. Kartini dalam sebuah bingkai kayu Jati disandarkan  pada sudut tempat tidur.

Disamping kiri  ada sebuah lukisan  tiga ekor angsa putih yang sedang berenang sambil bercengkerama dalam sebuah kolam. Konon, tiga ekor angsa putih itu menggambarkan Kartini dan kedua saudara Rukmini dan Kardina.  Bingkai lukisan tiga ekor angsa itupun terbuat dari kayu jati  yang mungkin sudah ratusan tahun usianya.  Di sisi kanan lukisan RA. Kartini terdapat sebuah kotak kayu jati  berukuran kecil. Sebuah kotak kayu bersusun lima mirip piramid berada berseberangan dengan kotak itu. Disampinya ada sebuah foto Kartini bersama sauadaranya.  Didepan dipan terdapat  perlengkapan membatik seperti  kompor, waajan, canting dan malam. Diceritakan bahwa Kartini gemar  memang membatik.

Berhadapan dengan tempat tidur terdapat  sebuah meja dan kursi yang dipakai Kartini untuk menulis  atau membaca. Sebuah buku berjudul Kisah dan Kumpulan Resep Putri Jepara _ Rahasia Kuliner RA. Kartini, RA. Kardinah, dan RA. Rukmini. Rupanya ketiga bersaudara itu, cukup lihai dan ahli dalam urusan memasak.

Dibawah meja ada  permainan tradisional yang biasa disebut nama Dakon. Persis di belakang meja dan kursi ada sebuah lukisan besar wajah RA. Kartini. Lukisan ini berhadapan langsung dengan pintu kamar. Apabila pintu ruangan  dibuka lukisan  yang tatapan matanya sangat tajam  dan tegas itu akan menyapa siapa saja. Ruangan itu memiliki pintu dan  jendela yang cukup besar dan tinggi sehingga memungkinkan adanya sirkulasi udara yang baik.

Peserta juga diajak melihat ruangan gedung yang digunakan RA. Kartini sebagai sekolah bagi para perempuan di Jepara. Ruangan itu, hingga saat ini digunakan oleh Tim Penggerak PKK untuk beraktivitas.

Hadi Priyanto mengatakan rumah pingit RA. Kartini  menjadi tonggak sejarah perjuangan Kartini  untuk mengangkat derajat kaumnya.  Kegigihan dalam memperjuangkan hak-hak dengan mendobrak  tradisi yang  mengaharuskan seorang perempuan hanya kanca wingking dan tidak boleh sejajar dengan  kaum lelaki membuahkan hasil.  Sekolah  bagi kaum perempuan di Jepara dan Rembang  dia dirikan.  Kartini juga rajin menulis. Karya tulis Kartini  dikumpulkan  diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Door Duisternis Tot Licht atau Habis Gelap terbitlah terang yang hingga kini menjadi tonggak sejarah peradaban baru bagi kaum perempuan Indonesia. (@mix)