Walikota: MEA Suguhkan Tantangan dan Peluang bagi Generasi Muda

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Community yang sudah mulai berlaku efektif sejak Desember 2015 lalu hendaknya tidak menjadikan generasi muda Indonesia memandangnya sebagai ancaman, namun MEA harus dilihat sebagai tantangan sekaligus peluang bagi kalangan muda untuk go-international “Sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar dan didominasi kelompok muda, kita harus memandang keterbukaan ekonomi dalam MEA sebagai suatu tantangan dan peluang, maka konsekuensinya kita harus segera berbenah diri menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang kompetitif dan berkualitas global” Demikian diungkapkan Walikota Yogyakarta, H. Haryadi Suyuti ketike membuka acara Forum Sosialisasi ASEAN Community bagi Mahasiswa dan Kalangan Generasi Muda yang diselenggarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) pada hari Kamis (21/4) bertempat di Hotel Arjuna, Yogyakarta.

Lebih lanjut Walikota mengingatkan agar generasi muda, khususnya yang berada di Kota Yogyakarta agar meningkatkan pemahaman mengenai ASEAN Community, karena sesunggunya dalam keterbukaan yang terjalin dalam hubungan negara-negara Asia Tenggara ini banyak peluang bagi para pemuda untuk mengembangkan dirinya seperti beasiswa pendidikan maupun pertukaran budaya. Selain itu Walikota juga mengarahkan agar para pemuda mampu meningkatkan SDM mereka melalui empat hal, yakni meningkatkan minat baca, mengasah kemampuan bahasa, menghindari perilaku konsumtif, serta memaksimalkan penguasaan teknologi informasi “Teknologi informasi harus dikuasai serta manfaatkan untuk tujuan positif, tidak sekedar sarana sosial media, namun gunakan untuk mengakses informasi agar terus mengetahui perkembangan yang sedang aktual saat ini” Tutur Walikota di hadapan 150 peserta sosialisasi yang terdiri dari kalangan mahasiswa.

Saat ini, Kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA dinilai masih kurang. Dengan skor kesiapan 81,3 % , Indonesia menduduki peringkat keenam dari sepuluh negara peserta MEA, berada di bawah Thailand (84,6%), Malaysia dan Laos (84,3%), Singapura (84%) dan Kamboja (82%). Menurut Direktur Jenderal Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo, Niken Widiastuti. Tertinggalnya Indonesia dari kelima negara tersebut disebabkan masih kurangnya produktifitas pkejera Indonesia “SDM secara akumulatif dan komparatif masih kurang baik, kelemahan utama ada di penguasaan bahasa dan teknologi” Sebut Niken dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Direktur Layanan Informasi Internasional Kemenkominfo, Selamatta Sembiring.

Menurut Niken, hal ini sebenarnya cukup memprihatinkan karena Indonesia memiliki share market 40% dari pasar ASEAN yang jadi rebutan, namun demikian sebenarnya hal tersebut bukan ancaman, namun momentum untuk meningkatkan kesejahteraan jika Indonesia mampu membangun SDM yang kompeten dan berkapasitas maupun produk-produk berkualitas yang mampu bersaing di kancah internasional. “Ini adalah kesempatan bagi kita untuk terus meningkatkan kualitas SDM maupun produk-produk yang dihasilkan anak bangsa untuk mampu menguasai pasar ASEAN, jangan sampai jadi tamu di negeri sendiri” Pungkas Niken.

Saat ini pemerintah terus menggojlok kesiapan Indonesia dalam menghadapi pasar bebas ASEAN, termasuk di antaranya meningkatkan kualitas SDM melalui sertifikasi.  Sejauh ini teanga kerja Indonesia yang bersertifikasi baru 2 juta orang dari target 5 juta “Untuk tahun 2016, target tenaga kerja tersertifikasi ada 120 ribu, diharapkan bisa melampaui, dan memasuki tahun 2019 nanti Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sudah bisa mengeluarkan 10 juta sertifikat” Kata Selamatta Sembiring. (ams)