Hadapi MEA, Pemerintah Daerah Harus Mantapkan Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2016 ini, tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia menjadi semakin berat. Berlakunya arus lima arus bebas dalam aktivitas ekonomi antar negara ASEAN menjadikan Bangsa Indonesia harus bersungguh-sungguh dalam meningkatkan produktivitas serta kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar siap bersaing di ranah regional Asia Tenggara . Dalam kondisi seperti ini, otonomi daerah beserta regulasinya dirasa memiliki peran penting dalam membentuk efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaran negara di bidang ekonomi sehingga perlu adanya penataan dan pemantapan pelaksanaan otonomi daerah di tingkat Pemerintah Daerah “Otonomi Daerah telah menjadi komitmen dan konsensus para pendiri bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan kualitas pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, peningkatan daya saing daerah, dan pengembangan demokrasi lokal. Seiring dengan telah diberlakukannya MEA pad atahun 2016 ini, seluruh pemerintah daerah harus menata seluruh elemen otonomi daerah agar Indonesia tidak menjadi penonton dalam era persaingan bebas tersebut.” Demikian diungkapkan Menteri Dalam Negeri RI, Tjahjo Kumolo dalam amanat Peringatan Hari Otonomi Daerah ke-XX yang dibacakan oleh Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Titik Sulastri dalam Upacara Hari Otonomi Daerah di Halaman Balaikota, Senin (25/4) pagi.
Lebih lanjut, Tjahjo mengingatkan bahwa daya saing Indonesia saat ini masih berada di bawah beberapa negara ASEAN. Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF), dari hasil survey yang dilakukan terhadap 144 negara, daya saing Indonesia berada di peringkat ke-37, masih berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Selain itu survey lain yang dilakukan oleh International Finance Coorporation (IFC) World Bank menunjukkan bahwa penyelesaian perizinan di Indonesia masih dianggap lambat, yakni membutuhkan waktu rata-rata 52,5 hari, jauh berada di bawah Vietnam (34 hari), Thailand (27,5) hari, Timor Leste (10 hari), Malaysia (5,5 hari) dan Singapura (2,5 hari). Menurut Tjahjo, gambaran yang didapat dari survey tersebut menunjukkan masih kurang adanya regulasi yang menghambat proses perizinan sehingga berdampak buruk pada investasi. “Terdapat 42.633 Peraturan Perundang-undangan yang tumpang tindih dan 3.000 Peraturan Daerah yang harus dibatalkan Tahun 2016. Oleh karena itu saya minta kepada para Gubernur, Bupati, Walikota bersama dengan DPRD untuk menindaklanjuti pembatalan Perda di daerah masing-masing, khususnya Perda yang menghambat investasi dan perizinan” Pinta Tjahjo
Hari Otonomi Daerah sendiri merupakan agenda Tahunan yang diselenggarakn baik di pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota dalam rangka memasyarakatkan serta memantapkan pelaksanaan Otonomi Daerah. Pada penyelenggaraanya yang ke-XX di Kota Yogyakarta, pelaksanaan upacara Hari Otonomi Daerah berlangsung cukup menarik, pasalnya seluruh petugas upacara berasal dari jajaran Lurah di wilayah Kota Yogyakarta, hal ini menunjukkan semangat pelimpahan kewenangan yang merepresentasikan keotonoman daerah. Selain itu, dalam Upacara ini sebanyak 23 pegawai di lingkungan Pemerintah Kota menerima SK pensiun dari Sekretaris Daerah sebagai tanda purnanya tugas mereka sebagai Aparatur Negeri Sipil (ASN), namun demikian Titik meningagtkan, purnanya tugas di Pemkot bukan berarti berhenti melayani masyarakat “Purna tugas bukan berarti berhenti mengabdi, kembali ke masyarakat, dan jadikan lingkungan sekitar sebagai ladang pengabdian yang baru” Pesan Titik kepada ke-23 pegawai purna tersebut (ams)