Tanggulangi Demam Berdarah, Pemkot Jalin Kerjasama dengan Västerbotten, Swedia

Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dalam menekan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Yogyakarta, salah satunya adalah melalui kerjasama dengan Pemerintah Daerah Västerbotten, Swedia yang sudah terjalin sejak tahun 2013 lalu. Dalam kerjasama tersebut, kedua belah pihak mengembangkan sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) berbasiskan sistem informasi serta  sistem pengawasan DBD berbasis masyarakat atau community based surveillance. Dituturkan oleh Erlita Puspita Sari dari Bagian P3ADK Setda Kota Yogyakarta, proyek kerjasama ini dimaksudkan untuk menciptakan infrastruktur organisasi yang mampu mengelola sistem prediksi DBD serta membangun kerjasama dengan beragam lini sehingga penanggulangan DBD menjadi lebih efisien dan tepat sasaran.

“Kerjasama ini merupakan dua proyek dengan satu visi, proyek pertama, yaitu pengembangan sistem informasi EWS dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah Kota Yogyakarta dalam menanggulangi DBD, proyek kedua akan meningkatkan kapasitas masyarakat melalui surveillance berbasis masyarakat. Visi bersama dari kedua proyek adalah menciptakan strategi bottom-up dan top-down berkelanjutan yang dapat jalan bersamaan untuk memberantas penyakit menular dengan DBD sebagai modelnya” Demikian jelas Erlita di sela-sela acara Focus Group Discussion (FGD) antara Pemerintah Kota Yogyakarta, perwakilan warga masyarakat, dan perwakilan dari Västerbotten di Gaia Cosmo Hotel, Rabu (2/11) pagi.

Pengembangan Sistem Informasi EWS yang didukung oleh Microsoft ini nantinya akan mengumpulkan berbagai informasi, baik yang dimiliki pemerintah Kota Yogyakarta maupun ada di masyarakat seperti data cuaca, data kasus DBD yang terjadi, angka bebas jentik, hingga ke demografi serta kondisi wilayah dan data-data tersebut nantinya oleh sistem akan diolah sehingga mampu memprediksi kasus DBD yang akan terjadi dua bulan ke depan.

“Dengan adanya prediksi tersebut, baik pemerintah maupun masyarakat dapat menentukan intervensi maupun program pencegahan apa yang akan dilakukan sehingga kasus DBD bisa lebih cepat ditanggulangi” Tambah Erlita

Sementara itu, ditegaskan oleh Dr. Åsa Holmner selaku Project Manager dari Västerbotten, informasi menjadi hal yang sangat penting dalam proyek ini. Menurut Åsa, kunci keberhasilan pengendalian DBD adalah informasi yang valid mengenai situasi DBD yang terjadi mulai dari jumlah kasus, tempat kejadian, waktu kejadian, serta cara penanganan yang pernah dan sedang dilaksanakan.

“Dengan informasi yang tepat, sangat dimungkinkan untuk memprediksi kasus yang akan terjadi dua bulan ke depan, dan tentu untuk mengumpulkan informasi tersebut diperlukan partisipasi dari berbagai pihak, termasuk masyarakat lokal melalui community based surveillance” Jelas peneliti asal Umeå University ini

Surveillance berbasis masyarakat sendiri di Yogyakarta sudah dilaksanakan melalui program Kelurahan Siaga (Kesi) dan penempatan surveillance kesehatan hingga tingkat Kelurahan, Dituturkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, dr. Fita Yulia Kisworini, di Yogyakarta, pelaksanaan surveillance berbasis masyaarkat dilandasi oleh dua prinsip, yakni pemberdayaan dan kemandirian.

“Masyarakat diberdayakan untuk melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap masalah kesehatan yang ada di masyarakat kemudian masyarakat mengupayakan pencegahan dan penanggulangan secara mandiri sesuai kemampuan terhadap ancaman penyakit dalam masyarakat. Dalam mendukung pelaksanaan surveilans, masyarakat wajib menyampaikan rumor mengenai kesehatan kepada RT, RW, kader kesehatan atau Puskesmas” Pungkas dr. Fita.

Kerjasama antara Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah Daerah Västerbotten sendiri dimulai dari acara matchmaking workshop yang diikuti oleh perwakilan dari 11 Pemda di Indonesia dan 10 Pemda di Swedia pada tahun 2012 lampau. Dari acara tersebut, selain kerjasama di bidang kesehatan dengan Vasterbotten, Pemkot Yogyakarta juga menjalin kerjasama dengan kota Forshaga dalam mewujudkan Kota Layak Anak. Selanjutnya, pada tahun 2014, kerjasama bidang kesehatan mulai dilaksanakan dengan pelaksana Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Bagian P3ADK Setda Kota Yogyakarta, Departement of Public Health and Clinical Medicine Umeå University dan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Peridoe pertama kerjasama ini dijadwalkan akan berakhir pada akhir tahun 2016 dan periode kedua direncakan akan dimulai pada tahun 2017 mendatang.

“Harapannya kerjasama ini akan terus berlanjut dan mampu memperbaiki kesehatan warga Kota Yogyakarta serta meningkatkan kesadaran warga mengenai PHBS. Program sebaik apapun juga tidak ada artinya apabila tidak ada respon dari individu-individu di dalam masyarakat” Harap Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Sujanarko. (ams)