Menengok Tradisi Panen Padi di Sorosutan

Siapa bilang panen padi hanya bisa dirasakan oleh masyarakat pedesaan. Dibalik hingar bingar kemegahan Yogyakarta sebagai salah satu destinasi paling tersohor di kancah dunia, ternyata masih menyisakan embung padi. Sorosutan, desa ditepi selatan Kota Yogyakarta ini hingga kini masih mempertahankan beberapa petak tanah untuk menaman padi.

Hari ini, kamis (24/11) sekelompok petani lengkap dengan capil, mengenakan baju lurik khas Yogyakarta terlihat bersiap memanen padi. Mereka adalah petani Desa Sorosutan Kecamatan Umbulharjo yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Ngudi Rukun.

Uniknya, sebelum acara panen raya dimulai, seorang kakek berusia senja melantunkan tembang jawa berjudul “dandang gulo”. Tanpa iringan alat musik apapun, para hadirin terkesiap mendengarkan kidung kakek ini. “Tembang ini mengandung pesan agar kita semangat bekerja dan tidak putus meminta kepada Gusti Allah,” jelasnya.

Yang tak kalah menariknya dari prosesi panen padi jenis IR-64 dan Sridenok ini adalah wiwit, atau ada pula yang menyebutnya wiwitan, adalah upacara tradisi yang dulunya turun temurun dilakukan oleh keluarga petani. Wiwit biasa dilakukan menjelang musim panen atau diawal musim panen padi.

Ditandai dengan potong tumpeng dan dilanjutkan dengan bagi-bagi makanan sebagai pertanda panen akan segera dimulai. Beragam jenis makanan tersaji dalam wiwitan, mulai dari Nasi Gurih, sayur kluwih, urap atau kluban, pelas, telur, tempe tahu goreng, rese (ikan asin) hingga keripik peyek.

Menurut Lurah Sorosutan, Kresno Irianto, wiwitan adalah bentuk tradisi yang harus terus dilestarikan. Karena didalamnya mengandung semangat segoro amarto atau semangat untuk bergotong royong. Wiwitan adalah warisan nenek moyang yang kini mulai terlupakan.

“Dulu, semasa kecil saya sering muter-muter sawah berburu wiwitan, saling berebut makanan dan kemudian dimakan bareng-bareng di tengah sawah,” kenangnya..

Panen raya kental dengan nuansa tradisi leluhur ini juga dihadiri beberapa pejabat Pemerintah Kota Yogyakarta, yakni Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian (Disperindagkoptan), Kepala Kepala Bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta, Camat Umbulharjo, Lurah Sorosutan, Dandim 0734 Yogyakarta, dan segenap tokoh masyarakat setempat.

Secara simbolik panen raya ini dimulai dengan potong padi yang dilakukan oleh Kepala Disperindagkoptan Luci Irawati didampingi Kepala Bagian  Humas Pemkot Yogyakarta Ig. Trihastono. Tidak hanya sampai disini, acara panen raya ini dilanjutkan dengan melakukan demo penggilingan padi dan ditutup dengan menyantap hidangan wiwitan.

Namun demikian, Ketua Gapoktan Ngudi Rukun, Sunarjo mengkhawatirkan kondisi lahan persawahan yang berangsur menyempit. “Lahan pertanian tinggal 56 hektar dari total 3250 hektar di wilayah kota Yogyakarta. Separuhnya berada di wilayah kecamatan Umbulharjo yakni  sebesar 29 hektar. Dan 12,77 hektar berada di kelurahan Sorosutan.” Urainya.

Sunarjo berharap, semoga kedepan lahan persawahan di Kota Yogykarta tidak berkurang, dan dia optimis Gapoktan Ngudi Rukun akan tetap mampu menghasilkan produksi beras berkualitas. (Tam).