Bappeda-UIN Sunan Kalijaga Gelar FGD Rencana Kota Inklusi

Pusat Layanan Difabel Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta tengah merancang Rencana Aksi Pembangunan Kota Inklusi melalui Forum Group Discussion (FGD), Rabu lalu di Gedung PAU Rektorat Lantai 1 Kampus UIN Sunan Kalijaga.

Seperti diketahui, salah satu visi Kota Yogyakarta adalah mewujudkan Yogyakarta sebagai kota inklusi, yang berarti terbuka dan nyaman bagi semua warga, termasuk penyandang disabilitas. Dalam kota inklusi, penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang setara untuk hidup, berkembang, berperan, dan mencapai kesejahteraan.

Peserta FGD berasal Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pemerintah Kota Yogyakarta. Dari 53 SKPD, hadir sekitar 30 orang perwakilan. Menurut perwakilan Bappeda Kota Yogyakarta, Sulistyo Handoko, FGD sekadar penyamaan persepsi tentang kota inklusi.

“FGD hari ini sementara adalah menyamakan persepsi tentang kota inklusi. Sebab, penetapan Perda Kota Inklusi mundur dari jadwal yang ditentukan, menyesuaikan naskah akademik dan penyesuaian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas,” ujar Sulis, panggilan akrabnya.

Para peserta FGD menerima form berisi Rencana Aksi Pembangunan Kota Inklusi Kota Yogyakarta. Di dalamnya termuat pokok-pokok kegiatan yang diambil dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta (RKPD) 2017.

Narasumber utama, Kepala Pusat Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga, Arif Maftuhin, menyampaikan bahwa form yang diterima oleh masing-masing peserta FGD tercantum kolom indikator, rincian indikator, peran pemerintah/masyarakat, dan rencana aksi mulai 2017 hingga 2021.

“Dalam kolom indikator, telah disesuaikan dengan elemen indikator kota inklusi sesuai dengan UU Nomor 8/2016, yaitu partisipasi penuh, pemenuhan hak, aksesibilitas, dan budaya inklusi. Elemen tersebut kemudian dijabarkan ke dalam kolom rincian indikator yang berisi kegiatan per SKPD berdasarkan RKPD 2017,” terang Arif.

Sebagai tambahan, pada 2013, UIN Sunan Kalijaga mendapatkan penghargaan Inclusive Education Award kategori Perguruan Tinggi, mengingat kepedulian UIN terhadap hak-hak difabel, baik dari sisi fisik pembangunan gedung maupun sisi metode pembelajarannya. Hanya di UIN Suka penyandang disabilitas mendapatkan hak pendidikan tanpa pengecualian.

Setelah penyampaian materi oleh Arif, peserta FGD dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar. Masing-masing kelompok mencermati form yang dibagikan dan melakukan koreksi maupun pencermatan kegiatan SKPD-nya masing-masing.

Hasilnya kemudian disampaikan melalui perwakilan masing-masing kelompok. R. Rianto dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil meluruskan Dindukcapil tidak melakukan pendataan penyandang difabel seperti yang tercantum dalam form.

“Pihak kami telah biasa bekerja sama dengan wilayah, baik RT, RW, hingga kelurahan dan kecamatan. Namun, masalah pendataan penyandang difabel, dilakukan oleh Dinas Sosial melalui Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK),” ucap Rianto.

Dia menambahkan, program jemput bola telah dilakukan sejak 2014, baik bagi yang rentan kependudukan maupun yang memiliki kendala fisik, sehingga dalam form, tidak perlu dicantumkan kembali.

Menurut Arif, Jemput bola dalam form muncul saat Pusat Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga melakukan FGD sebelumnya dengan LSM dan lembaga sosial peduli difabel. Sebagian hasil FGD dituangkan dalam form, setelah disesuaikan dengan RKPD 2017. (Kurniawan Sapta Margana / Kecamatan Tegalrejo)