Semua Unsur Harus Aktif Cegah Kekerasan Pada Perempuan
Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Yogyakarta, Drs. Sulistiyo, SH. CN. M.Si menuturkan, dalam menangani tindak kekerasan pada perempuan dan anak, tindakan preventif harus lebih masif dilakukan daripada tindakan kuratif, untuk itu, Sulistyo mengajak segenap unsur masyarakat bersama dengan pemerintah bahu-membahu mencegah tindak kekerasan pada perempuan dan anak serta kelompok rentan lainnya.
“Kalau ada kejadian segera ditindak dengan cepat, tapi kita harus memikirkan tindakan pencegahan supaya tindak kekerasan pada kelompok rentan tidak terjadi. Pencegahan harus melibatkan berbagai unsur, baik dari pemerintah, masyarakat, forum-forum, akademis, maupun pemuka agama” Tutur Sulistyo dalam peringatan Hari Anti Kekerasan pada Perempuan yang diselenggarakan pada hari Jum’at (2/12) pagi bertempat di Grha Pandawa Kompleks Balaikota
Lebih lanjut, Sulistyo mengatakan ada beberapa unsur yang menimbulkan adanya tindak kekerasan pada anak dan perempuan, di antaranya adalah masih adanya kesenjangan ekonomi dan kurangnya pengendalian emosi dari pelaku.
“Perlu adanya upaya untuk menghilangkan kesenjangan-kesengjangan yang ada melalui pemerataan pembangunan, selain itu juga pemberian pemahaman akan kebersaman sejak dini kepada remaja. Remaja kita ajak untuk berkumpul bersama dan beraktifitas bersama” Tambah Sulistyo.
Sementara itu, terkait dengan peran perempuan dalam pembangunan, Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan, Octo Noor Arafat, S.IP menuturkan, saat ini Pemerintah Kota Yogyakarta telah memilik komitmen kuat dalam mengaplikasikan pembangunan yang responsif gender. Menurut Octo, rencana strategis Pemerintah Kota Yogyakarta telah menjelaskan secara ideal visi, misi, strategi, tujuan, dan capaian tentang keadilan dan kesetaraan gender.
“Secara konseptual, rencana strategis pembanguan di Kota Yogyakarta telah mengakui dan menerapkan isu gender sebagai bagian dari pembangunan di Kota Yogyakarta, bahkan secara straetigs, Pemerintah Kota telah menetapkan saasaran pembangunan melalui program afirmasi terhadap lima kelompok rentan di mana salah satunya adalah perempuan” Imbuhnya.
Walau demikian Octo mengakui saat ini masih ada tindak diskriminatif pada perempuan yang menjadikan mereka termarjinalisasi. Adanya pandangan bahwa perempuan memiliki status yang lebih rendah daripada laki-laki membuat mereka seringkali mengalami hambatan dalam berbagai bidang kehidupan dan menjadi korban tindak kekerasan.
“Perlu komitmen dan partisipasi dari berbagai pihak untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya kejahatan kriminal, namun juga pelanggaran hak asasi”. Tandasnya
Untuk Kota Yogyakarta sendiri, angka kekerasan pada perempuan selalu mengalami pasang surut setiap tahunnya. Pada tahun 2013 terdapat 103 kasus, dan pada 2014 terdapat 142 kasus, sedangkan 2015 mengalami penurunan menjadi 86 kasus. Pelaksanaan Peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di Kota Yogyakarta menjadi salah satu bukti awareness Pemerintah Kota Yogyakarta terhadap isu gender. Peringatan ini sendiri merupakan bagian dari kampanye internasional 16 Hari Anti Kekersan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang diperingati selama 16 hari mulai tanggal 16 November kiemarin hingga 10 Desember mendatang. (ams)