Bappeda Kota Yogyakarta Gelar Training dan Workshop Perencanaan Kota Inklusi
Sebagai tindak lanjut Training Perencanaan dan Penganggaran beberapa waktu lalu, Bappeda Kota Yogyakarta menggelar Workshop Perencanaan dan Penganggaran yang Partisipatif dan Inklusif bertempat di Ruang Yudhistira Hotel Arjuna Jalan Mangkubumi, Rabu-Kamis (14-15/12).
Selama dua hari, dihadirkan SKPD teknis pelaksana kegiatan yang terkait langsung dengan penyandang disabilitas. SKPD tersebut adalah Dinas Kesehatan, Dinsosnakertrans, Dinas Perindagkoptan, Dinas Kimpraswil, dan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta.
Masing-masing SKPD memaparkan program dan kegiatan yang telah dilakukan untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan program Yogyakarta sebagai kota inklusi.
Kepala Bidang Bina Marga Dinas Kimpraswil, Wijayanto, mengatakan, selama ini, dinasnya telah menyediakan sarana dan prasarana dari sisi aksesibilitas dengan menyediakan guiding blocks di trotoar jalan guna membantu para difabel. Meski dari total panjang jalan Kota Yogyakarta sekitar 247 Km dengan panjang trotoar sekitar 184 Km, panjang trotoar yang telah ada guiding blocks hanya sekitar 21 Km.
“Ke depan kami akan berupaya memperbanyak guiding blocks agar trotoar semakin ramah bagi difabel,” ujarnya.
Menurutnya, tantangan dari hal tersebut adalah menyediakan trotoar yang benar-benar ramah difabel, mengingat sejauh ini penggunaan trotoar sering berbenturan dengan area parkir, keberadaan PKL yang menggunakan trotoar tanpa sesuai ketentuan, maupun pengusaha yang menyalahgunakan fungsi trotoar.
Selanjutnya, keberadaan trotoar dan permasalahannya berkaitan langsung dengan Dinas Perhubungan sebagai penyedia sarana dan prasarana transportasi, termasuk mengatur perparkiran.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, Wirawan Hario Yudo, mengatakan, kondisi saat ini, 5 hingga 10 tahun ke depan, Yogyakarta dapat menjadi hutan kota seperti kota-kota besar di dunia.
“Menurut perkiraan kami, setiap bulan sekitar 7000 kendaraan baru, baik roda dua maupun roda empat, memenuhi jalanan di Kota Yogyakarta. Dengan panjang jalan yang dapat dikatakan tetap, pertumbuhan kendaraan akan mengancam ketersediaan sarpras bagi difabel. Tanpa ada kebijakan yang luar biasa dari pemangku kepentingan, akan sulit mengendalikan laju pertumbuhan kendaraan yang otomatis mengancam keamanan difabel di jalan,” ungkap Yudo.
Hal yang dapat dilakukan, sambungnya, yakni menyadiakan angkutan umum yang ramah difabel berikut tempat pemberhentiannya.
Pentingnya Tenaga Khusus
Bagi Dinas Kesehatan, pihaknya memang langsung berhadapan dengan masyarakat. Penyediaan sarana bagi difabel pun terus dilakukan, antara lain membuat ramp di masing-masing Puskesmas dan menyediakan audio-visual saat pendaftaran pasien.
“Memang yang belum dapat kami sediakan sementara ini adalah tenaga khusus yang memiliki keahlian sebagai penerjemah maupun ahli dalam bahasa isyarat untuk membantu pasien difabel,” ujar Mira Suryaningsih, wakil dari Dinas Kesehatan.
Bappeda rencananya akan menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) mulai 2017 yang akan dilaksanakan masing- masing SKPD, kelak bernama Organisasi Perangkat Daerah (OPD), yang akan dijalankan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Yogyakarta.
Yogyakarta Kota Inklusi merupakan salah satu misi pembangunan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam menyediakan pelayanan publik yang berkualitas, dengan cara memperkuat pembangunan sarana dan prasarana berkualitas dan aksesibel bagi seluruh warga Yogyakarta, termasuk warga yang mempunyai perbedaan kemampuan (difabel). (Kurniawan Sapta Margana/Kecamatan Tegalrejo)