Perajin Tanduk Dari Tenggara Kota Yogya

 

Terletak di Sudut Tenggara Kota Yogyakarta, Kotagede yang terkenal dengan beragam kerajinan tradisionalnya. Salah satu yang masih bertahan adalah kerajinan dari tanduk. Bahkan hanya ada satu-satunya yang ada di Kotagede.

Dia adalah Harto Mulyono,warga RT 07, RW 03, Kampung Gedongan, Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta. Ia memulai kerajinan tanduk tersebut sudah sejak tahun 1952.

Walaupun di jaman yang sudah modern seperti sekarang, namun Pak Harto, sapaan akrabnya, tetap bertahan menggunakan peralatan tradisional.“Saya juga punya alat modern tapi itu saya anggap sebagai pelengkap kerja saja” katanya.

Pria 76 tahun tersebut menceritakan untuk menghasilkan produk yang berkualitas bagus dan awet, Ia hanya menggunakan tanduk dari kerbau dan tanduk sapi (Sapi metal dan sapi bali).

Ia menuturkan tanduk kerbau biasanya memiliki harga yang lebih mahal karena tanduk kerbau memiliki kualitas yang lebih bagus dan bahan lebih sulit didapat. Tanduk-tanduk tersebut berasal dari, Bali, Sumatra, Jawa Timur.

“Sedangkan tanduk yang berasal dari binatang lain seperti tanduk kambing dan rusa sangat sulit untuk diolah, dikarenakan mengandung zat kapur yang tinggi sehingga tanduk tersebut menjadi keras dan mudah patah bila dibengkokkan” kata bapak lima anak dan lima cucu tersebut.

Walaupun tanduk-tanduk tersebut berasal dari Bali, Sumatra, dan Jawa Timur, namun Ia biasanya membeli tanduk tersebut di Dusun Kuwel, Klaten, Jawa Tengah.

“Saya sudah dari dulu berlangganan disana, di Kuwel memang banyak pengrajin tanduk seperti saya, untuk satu kilo tanduk saya beli dengan harga Rp 50.000” katanya.

Ia menjelaskan untuk menghasilkan kerajinan tanduk, prosesnya adalah tanduk dipotong sesuai bentuk benda yang akan dibuat. Selanjutnya tanduk dipanaskan agar mudah dibentuk. Setelah itu ditekan agar sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Tanduk kemudian diasah agar halus dan mengkilap.

Ia memberi contoh pembutan alam pemijat punggung, pertama tanduk dibelah dan di bakar agar lembut, kemudian di pres sehingga menjadi lempengan lurus. Barulah setelah itu dibuat pola sesuai pesanan dan dipotong dengan gergaji.

“Setelah itu dihaluskan dengan alat kikir baru dibakar lagi sebelum dicetak. Pola gagang dibuat jika bentuk kasar sudah jadi” ungkapnya.

Untuk membuat pola, lanjutnya, biasanya dengan menjepit di tanggem. Setelah digergaji mengikuti pola, alat pemijat punggung yang sudah jadi dikerok seluruh permukaannya untuk menghilangkan sisa kulit tanduk kasar.

“Kemudian dihaluskan dengan menggunakan ampelas. Untuk menimbulkan warna mengkilat, centong dipole” katanya.

Ia menambahkan bahwa tidak ada bahan kimia sedikit pun yang ia gunakan dalam memproses kerajinan tanduknya.“Benar-benar alami, sesuai warna asli tanduknya.”tambahnya.

Saat ditanya terkait tingkat permintaan kerajinan tanduk di pasaran saat ini, ia mengaku bahwa pada tahun 1990 mengalami masa keemasan. Namun, seiring berjalannya waktu, kerajinan tersebut mulai sedikit peminatnya.

“Dahulu saya bisa mengkaryakan sampai 20 pegawai, namun saat ini saya hanya mempunyai satu pegawai, itupun tidak setiap hari saya panggil, karena terkadang saya selama seminggu tidak ada pesanan sama sekali” ujarnya.

Untuk pemasarannya, saat ini ia hanya mengandalkan tamu yang datang ke rumahnya dan tetangga sekitar yang memesan produknya. “Toko yang mau ambil barang saya sekarang hanya satu, itupun gak rutin, paling sebulan hanya dua kali” katanya.

Barang-barang kerajinan hasil karya Pak Harto dijual dengan harga yang cukup murah. Rata-rata produknya dijual dari Rp 7000 hingga Rp 150.000.

Untuk alat lukis tembaga Rp 7000, sisir rambut Rp 20.000, centong nasi Rp 25.000, pipa untuk merokok Rp 20.000, alat pemijat punggung Rp 20.000, cawan Rp 25.000.

“Garang Wayang Rp 40.000 (untuk Janoko, Kuntodewo,dan Punowokawan), garang wayang Rp 150.000 (Werkudara, dan Gatutkaca), Tusuk konde Rp 30.000, gelang Rp 15.000, pengikat batu akik (Emban) Rp 15.000” tambahnya.

Ia berharap Pemerintah bisa membantunya untuk memasarkan kerajinanya. “Mungkin dengan ikut pameran maka kerajinan saya bisa kembali naik daun lagi” pungkasnya (Han)