Hari Kartini 2017: Memaknai Kembali Arti Emansipasi
“Jika kita bicara tentang posisi kaum perempuan, berarti kita bicara tentang kesetaraan gender atau persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Namun dalam realitanya sering terjadi bias gender,” kata Pj Walikota Yogyakarta Sulistiyo dalam sambutanya pada upacara peringatan hari kartini 2017 di Ruang Bima kompleks Balaikota Yogyakarta, jum’at (21/4).
Menurutnya, saat ini masih banyak pemahaman yang keliru bahwa kebebasan dan kesetaraan gender itu mengharuskan perempuan beraktivitas di luar rumah. Oleh karena itu, lanjutnya, dibutuhkan kearifan dari kita semua untuk memberikan pemahaman dalam konteks yang lebih luas tentang tugas seorang perempuan secara kodrati,
“Hal itu bisa dimulai dari bagaimana memaksimalkan kemampuan perempuan dalam pembentukan karakter hingga mempersiapkan anggota keluarga ketika keluar rumah untuk bersosialisasi dalam masyarakat,” tuturnya.
Tidak tanggung-tanggung Sulistiyo mengakui bahwa perempuan merupakan tokoh sentral yang memiliki kemampuan dan kapasitas yang luar biasa besar dalam membentuk karakter bangsa.
Namun Sulistiyo juga mengingatkan kemampuan ini tentunya memerlukan pondasi yang kuat serta rasa percaya diri yang tinggi. Dengan kemampuan inilah yang mendasari Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan hak perempuan, sehingga mampu memberikan perubahan tatanan kehidupan masyarakat terutama yang terkait dengan posisi kaum wanita.
“Atas perjuangan RA Kartini itulah, kini kita bisa melihat perempuan-perempuan Indonesia yang hebat, tidak hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga tetapi juga ikut berpartisipasi dalam memberi warna kehidupan masyarakat dengan berbagai kegiatan-kegiatan pembangunan dan sosial,” terangnya.
Lebih lanjut, Sulistiyo menjelaskan, wanita sebenarnya mempunyai posisi yang sangat sentral dalam keluarga dan kodrat wanita sebenarnya adalah sebagai seorang ibu. Oleh karena itu, para wanita hendaknya mampu menyesuaikan dan menyeimbangkan peranannya baik sebagai wanita yang berkarir di berbagai bidang maupun sebagai seorang ibu dalam sebuah keluarga.
“Oleh karena itu, para wanita, meskipun berpendikan, mempunyai kedudukan dan berpenghasilan tinggi, jadikanlah keluarga, tetap sebagai prioritas utama dan pertama karena siapa lagi teman sejati yang akan bersama kita sepanjang hayat kalau bukan keluarga,” jelasnya.
Sulistiyo menambahkan, Suatu ketika, karir atau pekerjaan akan berpisah dengan kita tetapi tidak dengan keluarga, sampai akhir hayatpun keluarga akan bersama dengan kita.
Ia berharap, kaum wanita Kota Yogyakarta semakin sehat, berdaya, organisasi-organisasi wanita di Kota Yogyakarta semakin eksis, ibu-ibu, keluarga dan masyarakat semakin sejahtera. Istimewa kotanya, istimewa organisasi-organisasi wanitanya, istimewa pula para wanitanya. (Tam).