Tegalrejo Gelar Tradisi “Wiwit Pari” Awali Panen

Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta menghidupkan kembali tradisi leluhur yang biasanya dilakukan untuk mengawali panen padi yaitu "wiwit pari". Upaya pelestarian tradisi ini patut diacungi jempol pasalnya dibalik hingar bingar kemegahan Kota Yogyakarta sebagai salah satu destinasi paling tersohor di kancah dunia ternyata masih menyisakan embung padi yang biasanya hanya bisa dirasakan oleh masyarakat pedesaan.

Menurut ketua kelompok tani Ngudirejo, Sugianto, kegiatan upacara tradisi "wiwit pari" saat ini sudah semakin jarang dilakukan oleh petani, khususnya petani di Kota Yogyakarta karena lahan pertanian yang ada terbatas dan semakin berkurang dari tahun ke tahun.

"Oleh karena itu, saat upacara `wiwit pari` kali ini, kami melibatkan siswa taman kanak-kanak agar mereka mengetahui tradisi ini dan ikut melestarikannya," katanya di lokasi, Senin (10/7)

Ia berharap, upacara tradisi tersebut dapat terus dilestarikan dan dilakukan setiap kali petani akan mengawali panen.

Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti yang memperoleh kesempatan untuk memanen padi dalam upacara adat tersebut mengatakan upacara adat ini perlu dilestarikan dan diperkenalkan ke generasi muda agar tidak hilang begitu saja.

"Upacara ini juga merupakan wujud gotong royong di masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama," katanya.

Selain itu, lanjutnya, tradisi wiwit sesungguhnya juga bisa dimaknai sebagai sarana atau media terjalinnya interaksi sosial diantara para petani serta hubungan keselarasan antara petani pemilik lahan dengan alam.

“Mengingat berlimpahnya nilai-nilai kearifan yang ada dalam tradisi tersebut, maka sudah sepatutnya kegiatan wiwit pari terus dijaga keberlangsungannya sehingga generasi muda kita dapat terus mengenal dan memetik kebajikan dari pelaksanaan tradisi tersebut” ujarya

Ia pun berharap, petani di Tegalrejo bisa terus meningkatkan produksi padinya dan terus berkomunikasi dengan Pemerintah Kota Yogyakarta agar pemberdayaan petani bisa dilakukan lebih optimal.

“Saya harap kegiatan ini dapat digelar secara rutin di Kecamatan Tegalrejo sehingga mampu menjadi bagian dari usaha bersama dalam nguri-uri kebudayaan lokal Yogyakarta” katanya.

Kegiatan upacara adat tersebut diawali dengan kirab dari masyarakat yang mengenakan pakaian tradisional lengkap dengan caping dan membawa berbagai sesaji dari hasil bumi seperti buah-buahan dan sayur.

Setelah dilakukan doa bersama, kegiatan panen pun dilakukan. Panen dilakukan di bagian sawah yang memiliki hasil padi terbaik. Setelahnya, seluruh masyarakat menyantap nasi lengkap dengan lauk ayam kampung yang sudah disediakan di dalam wadah dari daun pisang. (Han)