Paguyuban Umbul Taruna Budaya, Nguri-nguri Kesenian Budaya Adiluhung

Seiring dengan perkembangan jaman belakangan ini, kesenian budaya ketoprak semakin sepi peminat. Khawatir kondisi itu, sejumlah warga di RW 04 Kelurahan Warungboto yang tergabung dalam paguyuban ketoprak berjuluk Umbul Taruna Budaya ingin menjadi pelopor kebangkitan warisan budaya adiluhung ini.

Pendiri Paguyuban Umbul Taruna Budaya sekaligus ketua RT 18 Janturan Kelurahan Warungboto, Sugiharto mengatakan, misi paguyuban ini tidak lebih hanyalah untuk melestarikan kesenian tradisional yang dirasa saat ini sudah mulai tertepis dengan merambahnya berbagai budaya luar.

“Upaya ini dilakukan dengan membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi warga Warungboto yang tidak dibatasi oleh usia untuk bergabung dalam paguyuban ini. Umbul Taruna Budaya pun bukan menjadi paguyuban profesi untuk mencari keuntungan finansial, namun murni untuk melestarikan kesenian ketoprak,” jelasnya.

Ia Melanjutkan, awalnya memang sulit mengajak para seniman untuk bergabung di paguyuban ini, namun lambat laun akhirnya ada beberapa pegiat seni yang tertarik meramaikan Umbul Taruna Budaya. Prinsip saya, lanjutnya, meski belum sebesar paguyuban lain, yang penting Umbul Taruna Budaya ini diperkuat oleh seniman-seniman asli warga Warungboto.

Setelah resmi bediri pada tahun 2014 lalu, tercatat ada 16 seniman yang telah tergabung. Bermarkas di Jenturan UH IV /481RT 18 RW 04 KelurahannWarungboto, Paguyuban ini sudah memiliki jadwal rutin pementasan, biasanya pada acara HUT Kota Yogyakarta dan Peringatan Sekaten.

Sugiharto mengaku sejak awal tidak menjanjikan upah kepada para anggota paguyuban ini, karena Umbul Taruna Budaya memang lahir secara mandiri dan bukan sarana komersil. “Jangankan dapat upah, kadang-kadang kami malah nombok,” cerita sugiharto.

Pria 60 tahun ini melanjutkan kisahnya, dulu menjelang penampilan pertamanya, paguyuban ini tidak memegang uang sepeser pun. Akhirnya para anggota berinisiatif untuk menjaring bantuan dengan mendatangi sejumlah toko yang ada disekitran jenturan. Dengan dana patungan inilah umbul taruna budaya bertahan hingga sekarang.

“Ya, memang beginilah kondisi paguyuban kesenian saat ini. Semua memang harus diawali dengan niat yang benar, ketoprak adalah sarana kami untuk melestarikan kesenian budaya, bukan ajang untuk mengeruk keuntungan,” imbuhnya.

Sugiharto dan rekan-rekanya di Umbul Taruna Budaya baru bisa bernafas lega ketika Lurah Warungboto, Ahmad Zaenuri merespon paguyuban ini. “Setidaknya, semangat kami terpompa dengan andil pak lurah, beliau tidak pernah absen setiap ada penampilan Umbul Taruna Budaya,”tukasnya.

Sedikitnya, 15 judul cerita sudah diperankan Paguyuban Umbul Taruna Budaya, mulai dari kisah ronggo jumeno mbalelo hingga babat alas mentaok. “Kami memiliki jadwal rutin untuk latihan, biasanya dua kali dalam sebulan, namun kalau ada jadwal pementasan, latihan dipadatkan hingga seminggu sekali,” ungkapnya.

Selain ingin memiliki fasilitas perlengkapan sendiri seperti gamelan dan kostum, Sugiharto berharap Paguyuban ketoprak besutannya ini semakin diminati, khususnya anak muda. Sehingga misinya untuk melestarikan budaya adiluhung bisa dilanjutkan oleh para generasi muda yang akan datang. (Tam).