Keraton Yogya Gelar Miyos Gongso, Ratusan Warga Saksikan Prosesi Sakral Tersebut

Dua buah perangkat gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nogowilogo, Jumat malam (24/11)  telah dibawa keluar dari Keraton Yogyakarta dan ditempatkan di serambi masjid besar Kauman Yogyakarta.

Prosesi keluarnya dua buah perangkat gamelan yang dikenal dengan Miyos Gongso ini mendapat sambutan luar biasa dari warga masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya. Diiringi hujan yang mengguyur wilayah Yogyakarta, para abdi dalem yang malakukan iring-iringan tampak tetap semangat membawa perangkat gamelan.

Pemindahan gamelan malam ini dikawal oleh dua Bregada Prajurit, yang tergabung dalam Bregada Prajurit Jogokaryo dan Bregada Prajurit Prawirotomo. Kedua gamelan tersebut kemudian dimasukkan ke ruang yang berbeda yang ada di Masjid Kauman, untuk selanjutnya ditabuh oleh para pemain.

Sebelum kedua buah perangkat gamelan ini dibunyikan  secara bergantian oleh para penabuh gamelan yakni para Abdi Dalem Niyogo Kawedanan Hageng Punokawan Kridhamardowo, dilakukan ritual penyerahan  gamelan dari keraton Yogyakarta  kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta. KRT. Widyowinoto selaku wakil dari Kawedanan Hageng Punokawan Kridhamardowo Keraton Yogyakarta, atas perintah dari Sri Sultan Hamengku Buwono X menyerahkan dua perangkat gamelan ini kepada Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi.

Dengan dilakukan penyerahan ini, berarti  tanggung jawab keamanan perayaan Sekaten sepenuhnya diserahkan kepada pihak Pemkot Yogyakarta.

Pada kesempatan tersebut Heroe menegaskan pentingnya tradisi Miyos Gongso yang masih bertahan hingga era sekarang. Menurutnya, tradisi tesebut menjadi awal dimulainya pagelaran Sekaten, sebagai sarana syiar agama Islam.

Ia menuturkan, Sekaten merupakan pendekatan para wali kepada masyarakat, dalam mensyiarkan agama Islam.Melalui tradisi itu, ajaran Islam kemudian bisa diterima dengan sangat baik.

"Dulu, kalau  hendak dengarkan gamelan, masyarakat pasti melewati masjid dulu. Di situ, masyarakat diminta ucapkan kalimat Syahadad. Ajaran Islam pun bisa diterima dan berkembang dengan sangat pesat," tuturnya.

Karena itu, Heroe menganggap, budaya semacam ini harus dilestarikan, hingga generasi-generasi selanjutnya nanti.

Dengan sejarah panjang yang telah terukir, imbuhnya, tradisi Sekaten sudah seharusnya dijadikan sebagai pelajaran berharga bagi masyarakat.

Adapun penabuhan gamelan ini dilakukan setiap pukul 8 pagi hingga pukul 11 siang, pukul 2 siang hingga pukul 5 sore, dan pukul 8 malam hingga pukul 11 malam, selama seminggu berturut-turut tadi. Penabuhan tidak dilakukan pada hari kamis malam (malam jum'at). (Han)