Pemkot Yogya Peringati Hari Anti Kekerasan pada Perempuan 2018

Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Perempuan, Perlindungan dan Anak (DPPMPA) menggelar Peringatan Hari Anti Kekerasan Kota Yogyakarta Tahun 2018 di Ruang Grha Pandawa, Kota Yogyakarta pada Rabu (28/11).

Sebuah peringatan ini menjadi momentum refleksi bagi semua kepentingan untuk dapat memetakan hal-hal positif yang telah dicapai dan mempredikasi tantangan serta kendala yang masih harus dihadapi dalam upaya penanggulangan kekerasan di Kota Yogyakarta.

Dalam kegiatan ini memiliki beberapa hal yang menjadi pemicu maraknya kasus kekerasan yaitu kurangnya pemahaman masyarakat terkait ‘definisi’ kekerasan.

Kekerasan tidak hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik tetapi juga psikologis. Hal-hal yang bersifat tidak adil, perlakuan yang membuat tidak nyaman, serta membatasi untuk melakukan hal-hal yang positif bagi pengembangan diri sendiri maupun masyarakat juga merupakan bagian dari tindak kekerasan.

Plt Kapala Dinas DPPMPA Octo Nor Arafat mengatakan bagaiamana di sekolah itu juga mampu mewujudkan sekolah ramah anak. “Kita melakukan maping kasus untuk bisa mencegah dan tidak diulangi lagi kekerasan pada anak, dengan melalui kampung ramah anak kita tekankan, kita perlu bergerak sehingga program perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat selaras dengan kegiatan yang dilaksanakan melalui kampanye berbasis keluarga” katanya.

Octo Nor Arafat menambahkan berbagai pihak nantinya akan ikut membangun ketahanan tindakan kekerasan pada anak dan keluarga di tahun 2019.

“Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perda 7 Tahun 2018 tentang pembangunan ketahanan keluarga. Dimana ditahun 2019 DPRD akan menjalankan inisiatif dalam mewujudkan perda yang sama. Hal ini didukung oleh dinas terkait, seperti kementrian agama dengn menjalankan program-program berbasis keluarga dan dari Dinas Kominfosan juga memiliki peran bagaimana memfilter yang sedang gencar-gencarnya terjadi”ucapnya.

Saat ini sedang maraknya kekerasan didunia maya seperti di sosial media, yaitu lebih merujuk ke konten ujaran kebencian, penyebaran foto atau video pribadi di media sosial, hingga teks yang bertujuan untuk menyakiti, menakuti, mengancam, dan mengganggu korban.

Hal ini dikarenakan kurangnya komitmen dan keterlibatan masyarakat umum terhadap usaha-usaha penanggulangan kekerasan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi isu ini.

Ketua Gerakan Organisasi Wanita (GOW) Tri  Kirana Muslidatun menyampaikan, kekerasan pada anak dapat berpengaruh pada anak.

“Sesuai Survey kekerasan pada anak-anak mulai dari umur 0 tahun sampai 18 tahun, selain itu pengalaman seksual sangat tinggi, kita data sampai RT dan RW sehingga semua bekerjasama untuk menghilangkan kekerasan pada anak dan tindakan seksualitas yang dialami anak”ujarnya.

Tri  Kirana Muslidatun menambahkan, kekerasan pada anak dipengaruhi belum adanya pengetahuan kegiatan seks yang seharusnya belum dimengerti oleh anak-anak dibawah umur atau belum dewasa.

“Selain itu Kekerasan pada anak dipengaruhi oleh belum adanya pengetahuan kegiatan seks, untuk itu perlunya wawasan pada anak pelu disosialisasikan, bahkan masih ada anak yang umurnya di bawah 15 tahun sudah tau”ungkapnya.

Data Desember Tahun 2017 sekitar 200 anak terjerat hukuman akibat kekerasan pada anak dan tindakan seks pada usia dini. Tri  Kirana Muslidatun berharap tahun 2018 dengan tekad dan kerja keras bersama mampu mengurangi bahkan menghilangkan kasus kekerasan pada anak.

“Harapannya kita sangat menenekan kader gender di setiap kelurahan untuk mendampingi remaja agar mengerti pengetahuan kekerasan, seks yang menjadi edukasi positif , sebagai bentuk proteksi diri agar pengetahuan seks apa yg kita miliki harus kita jaga sesauai usianya” ujarnya.

Melalui momentum ini Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Staf Ahli Bidang Administrasi Umum  Kota Yogya, Tri Widayanto  mengatakan bahwa, bersama seluruh komponen masyarakat berkomitmen untuk meminimalkan kekerasan dalam segala bentuknya.

“Secara konseptual, kami telah menetapkan sasaran pembangunan Kota Yogyakarta melalui program afirmasi bagi lima kelompok rentan yaitu perempuan, anak, lansia, difable, dan kaum miskin”katanya.

Tri Widayanto  mengucapkan diharapkan menjadi kekuatan baru di masyarakat untuk mengenali, menelaah dan mengambil inisiatif mencegah masalah kekerasan.

“Komitmen ini juga kami wujudkan melalui keberadaan Gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat yang diharapkan menjadi kekuatan baru di masyarakat untuk mengenali, menelaah dan mengambil inisiatif mencegah dan memecahkan masalah kekerasan”ujarnya.

Diharapkan peringatan Hari Anti Kekerasan pagi hari ini dapat memotivasi seluruh peserta untuk berperan secara aktif, mulai dari hal yang terkecil, serta melaksanakan secara konsisten usaha-usaha untuk mengeliminasi kekerasan di sekitarnya. (Hes)